-->

POLOSKAOS1

Kaos Polos, Sablon Satuan, dan Informasi Fashion, Kaos, Baju, Kemeja, Jaket, dan Tips Seputar Fashion dan Review tentang Lifestyle.

Thursday, October 30, 2014

Jalanan Lingkar UB Malang, Baiknya 1 Arah atau 2 Arah?

Sudah kangen belum sama curhatan saya? Mau curhat nih soal yang lagi ngehits banget belakangan ini di kota Malang. Seperti sudah diketahui bersama, terhitung Oktober 2013 lalu jalanan yang mengelilingi Universitas Brawijaya diubek-ubek oleh walikota, Abah Anton. Dengan dalih merekayasa lalulintas karena jembatan layang Soekarno-Hatta akan diperbaharui, maka ditetapkanlah kebijakan satu arah (one way) ini yang langsung dibuatkan Perwali (biar gak didemo? wkwk).

Tentu saja ini adalah kebijakan kontroversial Abah, karena sangat terkesan terburu-buru, tidak ada sosialisasi dan rembug dengan warga, dan kurang sekali akan kajian. Tapi ya sudah, kami rakyat kecil bisa apa. Warga yang terkena dampak dari satu arah ini antara lain warga kelurahan Penanggungan (mbetek), Kelurahan Dinoyo (rumah saya!!!), Kelurahan Sumbersari, dan Kelurahan Ketawanggede. Tau gak sih dampaknya apa?

Dampaknya adalah, secara kasat mata jalanan lingkar UB itu lebih lancar. Lebih gak macet. Karena berlaku satu arah, otomatis banyak banget pengendara (terutama pengendara motor :| ) ngebut awut-awutan gak karuan. Tapi karena kecepatan lebih tinggi itulah, pengendara jadi males berhenti. Jadi toko-toko yang ada di sepanjang jalan satu arah (terutama di betek, karena menurut saya jalannya paling bagus buat ngebut) jadi sepi. Mau nyebrang jalan susah. Takut ditabrak. Sudah dagangan sepi, nyawa suatu saat bisa melayang karena sebab yang gak mbois. Duh.

Pengalaman nyata saya sendiri, untuk menyeberang jalan di depan rumah (FYI, jalan di depan rumah adalah jalan tikus / jalan terobosan / terabasan Dinoyo - Soekarno Hatta, daerah jalan vinolia tapi masih masuk MT. Haryono) membutuhkan waktu 5-10 menit. Nyabrang jalan kecil lho itu. Macet dan antrian kendaraan juga panjang, seperti antrian jalur Puncak waktu weekend mungkin. Pengendara yang lewat juga egois, jadi sering banget saya terpaksa mengacungkan jari tengah dan sumpah serapah.

Panjang nih. Skip.


Perjuangan warga Penanggungan yang tanpa menyerah membuahkan hasil. Saya sendiri juga trenyuh dan menitikkan air mata, gak pernah sih seumur-umur mengharapkan demo. dan berhasil. Setelah tarik ulur kebijakan (Abah.. Abah...) akhirnya jalanan lingkar UB dikembalikan 2 arah. Alhamdulillah. Hidup kami sebagai wong cilik pun kembali. Walaupun tak semanis dulu, saat pendatang tidak sebanyak dulu :|

Tapi...


Banyak sekali yang kecewa karena lingkar UB dikembalikan 2 arah. Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan mereka yang terekam di media (tidak percaya? silakan kroscek sendiri)

  1. Warga Penanggungan egois!
  2. Satu arah sudah terbukti tidak macet kenapa tidak diteruskan?
  3. Seharusnya warga lingkar UB tidak seenaknya sendiri dan lebih mementingkan pengguna jalan...
  4. Duh, balik 2 arah.. Macet lagi macet lagi
  5. Boleh saja protes, tapi gak perlu lah demo sampai blokade jalan.
  6. dll dsb dst yang membuat darah saya mendidih. Jadi tidak usah diteruskan.
Skip.

Saya gak setuju.
  1. Mungkin mereka yang mengeluarkan statement seperti itu tempat tinggalnya tidak di daerah lingkar UB (dan setelah saya kroscek memang iya)
  2. Atau orang bayaran? Hmm...
  3. OK, memang satu arah menyebabkan jalan lancar (saya juga mengakuinya kok, baca lagi aja di atas ada). TAPI itu untuk jalan utama bro. Sedangkan yang di gang terabasan seperti rumah saya?
Aduuh darahku mendidih lagi. Abah Anton memang hebat. Skip.

Abah, kalau memang ingin Malang gak macet, bikin kebijakan itu ya pake kajian yang mendalam dulu. Uji coba juga. Kalau tidak, kan rakyatmu sendiri yang saling membenci, seperti sekarang ini. Apa ini maumu?

Menurut saya, kalau memang ingin Malang gak macet bukan rekayasa lalu lintas seperti ini caranya. Buat jalan baru. Atau pembatasan kendaraan. Kalau rekayasa lalu lintas itu HANYA MEMINDAHKAN MACET. Satu arah contohnya. Jalan utama gak macet, tapi jalan kecil macet parah, pun menghilangkan nyawa dan nafkah warga.

ttd
wong cilik yang tidak mau darah tinggi di usia muda bernasib sama seperti Florence Sihombing.
Back To Top